komen artikel pendidikan



Kurikulum Baru Harus Diimbangi Guru yang Inspiratif
Penulis : Indra Akuntono | Jumat, 28 September 2012 | 10:58 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Kurikulum pendidikan harus mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, peran guru sebagai penyampai pesan juga harus mengimbang keduanya. Guru tak hanya sebagai perantara penyampai materi, tetapi juga harus mampu menginspirasi para peserta didiknya.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan, dalam proses pembangunan pendidikan, peran guru yang kompeten sebagai ujung tombak dan eksekutor penyampai materi tak kalah pentingnya dari kurikulum pendidikan.

"Intinya kurikulum itu penting tetapi guru lebih penting sehingga guru jangan hanya mengajar, tetapi harus mampu menjadi inspirator," kata Wiendu, di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Kamis (28/9/2012) malam.

Saat ini, lanjutnya, kurikulum pendidikan nasional tengah dirombak total bersama tim dari Kemendikbud dan pakar-pakar pendidikan. Dengan mengusung konsep tematik, kurikulum baru diharapkan mampu memberi ruang gerak yang lebih luas untuk menjadi ladang ekspresi masyarakat sekolah sehingga potensi seluruh peserta didik dapat semakin mencuat.

"Dengan bahan ajar dan cara yang benar, peran inspirator dari guru akan muncul sehingga akan ada lompatan dalam pendidikan kita," ujarnya.

Sebelumnya, Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim menyatakan hal senada. Baginya, sebaik dan sesempurna apa pun kurikulum pendidikan tak akan memberi dampak signifikan tanpa diimbangi dengan guru yang kompeten.

"Enggak akan ada arti jika guru tak diperbaiki. Itulah mengapa kita perbaiki dan petakan kompetensi guru melalui Uji Kompetensi Guru (UKG). Ini sangat relevan antara pemetaan dan akan ada pelatihan kurikulum," pungkasnya.

Kurikulum pendidikan nasional tengah diperbaiki dan akan dirombak secara total. Uji publik kurikulum itu akan dilaksanakan sebelum Februari tahun depan dan mulai berlaku di tahun ajaran 2013-2014.

Selain akan mengedepankan konsep tematik, jumlah mata pelajaran juga akan dipadatkan dan berlaku di semua jenjang pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Editor :
Caroline Damanik


KOMENTAR
Setelah membaca artikel ini, tentu ada pro kontra di dalamnya. Terutama hal ini menyangkut tentang dunia pendidikan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek yang dapat mengubah keadaan suatu bangsa, apakah berubah ke arah yang lebih baik ataukah sebaliknya.
Kurikulum merupakan sebuah rencana yang dijadikan sebagai acuan terlaksananya proses pendidikan. Oleh karenanya kurikulum selalu dikoreksi dan diperbaharui guna untuk meminimalisisr tingkat error yang terjadi dan mengoptimalkan hasil yang di dapat oleh peserta didik.
Dalam artikel ini, diberitakan bahwa akan diberlakukannya kurikulum yang “lebih Indonesia”. Hal  ini dirancang karena para pengamat pendidikan dari pemerintah  sampai tingkat pelaksana di sekolah merasa prihatin dengan keadaan para siswa di sekolah yang mulai kehilangan “jati diri” mereka, yang disinyalir karena kurangnya pengenalan terhadap karakter bangsanya sendiri.
Telah kita ketahui bahwa kurikulum yang berlaku di negara ini merupakan pengembangan model kurikulum yang diadaptasi dari berbagai model internasional yang diserap dan disesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional dan keadaan lingkungan sosial dan budaya bangsa. Namun, rancangan-rancangan tersebut “seolah” kurang klop atau kurang cocok  dengan keadaan bangsa ini. Adaptasi yang dilakukan “seolah” melupakan “karakter” bangsa yang sesungguhnya.
Sebagus apapun suatu rancangan, sebaik apapun tujuan, tidak bisa melupakan proses yang menyertai rancangan dan rencana tersebut. Seperti itu pula yang terjadi di dunia pendidikan. Negara memiliki kurikulum nasional yang harus dijadikan acuan oleh setiap masyarakat pendidikan, maka pada pelaksanaannya gurulah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan peserta didik. Hal ini disebabkan karena guru merupakan “jembatan” antara rencana pendidikan dan para siswa. Guru yang profesional dianggap sebagai guru yang mampu menyampaikan aspek-aspek kurikulum dengan baik sehingga keberhasilan dan kesuksesan siswa dapat diraih. Jika para siswa berhasil maka negara akan terus berkembang ke arah yang lebih baik.
Namun pada pelaksanaannya tidak bisa sesempurna yang diharapkan. Sering kali guru yang dipersalahkan atas ketidakberhasilan para siswa dalam mencapai taget penguasaan materi pelajaran. Padahal ada kalanya faktor-faktor lain menyertai berjalannya proses dunia pendidikan, seperti faktor ekonomi, sosial, psikologis, dan lainnya, sehingga dapat menjadi penghalang keberhasilan kurikulum yang telah dirancang.
Mengacu pada dua hal yang menjadi “bahan” penting dalam keberhasilan dunia pendidikan, yaitu kurikulum dan guru, maka para ahli di dunia pendidikan berencana untuk memperbaiki kurikulum yang berlaku. Dalam hal pengembangan kurikulum ini, para pakar telah menganalisis model-model yang sudah ada untuk kemudian mereparasi” hal-hal yang dinilai kurang membantu dalam perkembangan dunia pendidikan. Seperti yang telah kita ketahui bahwa ada tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model pengembangan tersebut, yang tiga faktor ini diharapkan dapat meminimalisir tingkat error di dunia pendidikan, yaitu:
a.       Penekanan pada suatu titik pandangan tertentu
b.      Keuntungan-keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut
c.       Kekurangan-kekurangan model pengembangan tersebut.
Pengembangan model kurikulum yang direncanakan dan akan diujikan ini berdasarkan dari keprihatinan para pakar pendidikan, bahwa masyarakat Indonesia mulai kehilangan “karakter” kebangsaannya, sehingga mereka berusaha untuk mengembalikan “karakter” tersebut dengan harapan agar setiap masyarakat pendidikan tidak hanya cerdas secara kognitif, tapi juga secara emosionalnya. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia telah lama terkenal dengan kesopansantunan, keramahtamahan, dan luhurnya budi pekerti yang menyertai setiap individunya.
Oleh karena pendidikan merupakan suatu sistem maka harus ada kerja sama antar masyarakat pendidkan yang ada di dalamnya. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, petinggi sekolah, guru sampai pada siswa dan anggota keluarga memiliki andil dalam keberhasilan jalannya proses pendidikan. Agar tidak terjadi lagi saling tuding dan saling lempar tanggung jawab atas proses pendidikan. Komunikasi harus dibangun dengan baik antara pemerintah, selaku penentu kebijakan, dan guru, sebagai pelaksana proses pendidikan, sehingga dengan adanya komunikasi yang baik akan terwujud dunia pendidikan yang harmonis dan setiap anggota masyarakat merasa bertanggung jawab dan menjalankan perannya dengan baik.
Sebaik apapun rancangan kurikulum tidak akan terealisasi dan optimal hasilnya tanpa hadirnya guru yang profesional dan berkualitas. Begitu pula sebaliknya, guru akan menjadi profesional jika ada kurikulum yang bagus sebagai acuan yang mengarahkannya ketika mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum dan guru seperti dua sisi mata uang yang saling melengkapi satu sama lainnya.
Marilah kita coba untuk melihat sisi positif dari rencana pengembangan model kurikulum berbasis karakter bangsa ini. Para pakar bertujuan untuk menumbuhkan kembali karakter bangsa yang hampir “punah” di Era globalisasi ini, dan berharap agar guru yang mengajar di sekolah tidak hanya “gugur kewajiban” saja, karena tugas guru yang sesungguhnya adalah mendidik para siswa. Mendidik berarti bertanggung jawab pula pada sikap dan perkembangan tingkah laku mereka. Diharapkan dengan model kurikulum berkarater bangsa ini moral tunas bangsa akan berkembang ke arah lebih baik.

NAMA                        : YUTHI YATTAQI
NIM                            : 1410150124
KELAS                       : MATEMATIKA – C / 5
MATA KULIAH       : PENGEMBANGAN KURIKULUM (UTS)

0 komentar:

Tags

About

What they say

Link list

Stay connected

Contact Information