FAKTA TENTANG SCIENE


The greatest enemy of knowledge is not ignorance; it is the illusion of knowledge [Stephen Hawking]

Iseng-iseng saya baca Astronomy Magazine edisi September 2012. Pada halaman 10 terdapat kolom Strange Universe yang diasuh oleh Bob Berman, isinya adalah catatan mengenai berbagai fenomena yang terjadi di alam semesta, namun dilihat dari sudut pandang yang berbeda ala Bob Berman. Pada edisi tersebut, Bob memberi tajuk: ‘Believe It?’ disitu ia menyampaikan fakta bahwa science pun, dalam penyampaiannya, seringkali memunculkan kepalsuan.

Bob mengambil beberapa contoh sederhana:
1)Dikatakan bahwa bumi berotasi selama 24 jam,padahal sebenarnya adalah 23 jam, 56 menit, 4.1 detik. Mungkin bagi kita selisih angka tersebut terlihat sepele, padahal dalam diskursus alam semesta setiap besaran angka memainkan peranan yang amat sangat signifikan bagi keseimbangan alam semesta itu sendiri.

2) Dikatakan bahwa ketika siang langit berwarna biru, padahal jika kita melihatnya dengan menggunakan spektroskop (atau prisma, lalu arahkan sinar matahari ke prisma tsb), maka sejatinya langit berwarna-warni seperti warna pelangi. Akibat tabrakan antara sinar matahari dengan molekul gas yang ada di atmosfir, singkatnya, keluarlah sinar biru yang mendominasi warna lainnya (dan sebenarnya warna-warna lain tidak hilang, hanya kalah oleh biru). Berdasarkan fakta di atas, maka sebenarnya kurang tepat jika kita mengatakan the sky is blue, ‘langit berwarna biru’. Kalimat yang lebih tepat adalah the sky looks blue, ‘langit terlihat (berwarna) biru’.

3) Dikatakan bahwa manusia bernapas dengan menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Padahal faktanya bukan hanya oksigen yang dihirup oleh manusia, melainkan juga nitrogen, karbondioksida, argon, juga gas-gas beracun hasil pembakaran mesin, industri dll. Bahkan, kenyataannya hembusan napas kita mengandung 78% nitrogen, 17% oksigen, 4%karbondioksida, dan 1% argon. Jadi sebenarnya kita lebih banyak mengeluarkan oksigen daripada karbondioksida. Jika pernyataan ‘manusia bernapas mengeluarkan (hanya) karbondioksida’ adalah benar, maka teknik pernapasan buatan dari mulut-ke-mulut menjadi tidak berguna. Dengan kata lain, apa gunanya kita mengisi udara ke paru-paru orang lain jika napas kita hanya mengandung karbondioksida? Nah lho  ^_^

Komentarsaya: Kasus lain yang sangat popular, tentu saja, adalah teori evolusi.Meski fakta-fakta ilmiah mutakhir semakin membuktikan bahwa teori evolusi hanyalah isapan jempol, namun pendukungnya tetap saja gencarmempropagandakan teori sesat tersebut sampai hari ini. Mereka sampai harus memalsukan fosil demi untuk menipu manusia agar meyakini paham Darwinism. Yang paling terkenal adalah skandal ‘manusia Piltdown’ yang ditemukan pada tahun 1912. Pada awalnya ia diklaim merupakan fosil manusia purba berusia 500.000 tahun. Setelah diuji dengan metode paling mutakhir oleh Weiner pada tahun 1953, ‘fosil’ tersebut ternyata hanya tengkorak manusia yang baru berusia 500 tahun, disambung dengan rahang kera, lalu diwarnai dengan potassium dichromate agar tampak tua!

Pelajaran yang bisa diambil dari tulisan di atas adalah betapa kita harus sangat berhati-hati menerima informasi, terlebih di zaman sekarang di mana teknologi informasi— dengan dukungan kecanggihan teknologi desain grafis—berkembang sangat pesat. Jikalau dalam science (yang diklaim merupakan ilmu pasti, yang kebenarannya sangat sulit untuk disangkal) bisa mengandung kepalsuan, apatah lagi ilmu-ilmu di luar eksakta. Distorsi dan manipulasi, demi tujuan tertentu, seringkali dilakukan dalam aktivitas penyampaian informasi kepada khalayak.

Sudah tak terhitung lagi banyaknya usaha untuk menjauhkan manusia dari kebenaran; pseudo-science dikemas seolah ilmiah, opini jahat disebarluaskan seolah fakta. Akibat dari distorsi dan atau manipulasi dalam menyampaikan informasi ini sangatlah mengerikan. Manusia perlahan mengalami perubahan pada pola pikirnya dan pada tingkat paling parah: tak mampu lagi mengenali kebenaran. Distorsi-manipulasi informasi dapat juga digunakan untuk mengadu domba manusia; memicu manusia untuk saling menghujat, bahkan berperang hanya karena sebuah informasi yang belum jelas kebenarannya. Sebagian pihak ada pula yang memanfaatkan distorsi-manipulasi informasi sebagai alat untuk mengendalikan sekelompok manusia—rakyat dari suatu negara, misalnya—agar menganut paham atau ideologi tertentu.
Sedemikian kuatnya efek yang ditimbulkan oleh produk informasi-termanipulasi-terdistorsi dalam mengendalikan manusia, sampai-sampai muncul ungkapan it’s easier to fool people than to convince them that they have been fooled (lebih mudah untuk menipu orang-orang, daripada meyakinkan mereka bahwa mereka telah ditipu).

Jauh sebelum hadirnya teknologi informasi, Allah subhanahu wata’ala telah mengingatkan kita dengan firman-Nya:
يهاالذين امنوا ان جاء كم فاسق بنبا فتبينوا ان تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتمندمين {٦
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 06)

Di era seperti sekarang, dimana informasi berseliweran kesana kemari dengan begitu cepat,manusia diibaratkan sedang tersesat ke dalam rimba opini. Maka diperlukan daya pikir kritis dan usaha ekstra untuk menyaring dan mengklarifikasi setiap gagasan,informasi, atau kabar berita yang kita terima, hal itu dilakukan supaya kita tak keliru dalam mengambil sikap terhadap suatu permasalahan. Intinya: jangan asal telan.
Ihdinash Shirat al-Mustaqiim, semoga Allah senantiasa menunjukkan kita kepada jalan yang lurus. Aamiin.

created by: Lonewolf Lightseeker
dari berbagai sumber

0 komentar:

Tags

About

What they say

Link list

Stay connected

Contact Information